Khotbah Ullambana Patra
Khotbah Ullambana Patra[1]
Di Sadur Oleh: Nyanasila, Thera
Demikian yang kudengar[2]. Pada suatu ketika, Buddha berdiam di Shravasti, di taman pelindung anak-anak yatim piatu dan para petapa.
Mahamogallana baru mencapai kekuatan batin[3], ia ingin menolong ayah dan ibunya sebagai balas budi yang telah membesarkannya. Maka dengan mata-batinya[4], ia mengamati dunia dan terlihat ibunya terlahir di antara para hantu-kelaparan, tidak memiliki minuman dan makanan, tubuhnya hanya terlihat kulit dan tulang.
Mahamogallana menjadi sedih dan kasihan. Lalu dengan kekuatan batinnya, ia mengisi makanan pada mangkuknya dan diberikan kepada ibunya. Ibunya menerima mangku dengan tangan kiri dan mengambil segenggam makanan dengan tangan kanan, tetapi ketika makanan itu akan dimasukan ke dalam mulut berubah menjadi arang membara dan tidak dapat di makan.
Mahamogallana berteriak dan sedih. Lalu, ia bergegas menemui Buddha untuk menceritakan kejadian ini dan Buddha memberinya nasihat:
“Perbuatan ibumu sangat berat. Kamu tidak memiliki cukup kemampuan untuk menolongnya, walaupun baktimu dapat menggetarkan langit dan bumi, para dewa di surga, dewa bumi[5], brahma, serta empat raja dewa, namun tetap tidak memiliki cukup kekuatan kecuali dengan kekuatan kebajikan Sangha dari sepuluh penjuru agar dapat menyelamatkannya.”
“Sekarang, Aku akan memberikan Dharma agar dapat menolong dan melenyapkan kekhawatiran, kesengsaraan, serta rintangan akibat perbuatan buruknya.”
Lalu, Buddha memberikan khotbah kepada Mahamogallana:
“Pada hari kelima belas, bulan ketujuh merupakan hari pavarana[6] bagi Sangha di sepuluh penjuru dunia. Demi ayah dan ibumu dalam tujuh generasi kehidupan lampau dan ayah, ibu dalam kehidupan sekarang yang berada dalam keadaan menderita, lakukanlah derma berupa ratusan rasa makanan, lima macam buah-buahan, wewangian, pelita, dan tempat tinggal terbaik kepada Sangha dari sepuluh penjuru dunia.”
“Pada saat itu, mereka yang berlatih meditasi di gunung, mereka yang telah mencapai empat jalan dan buah kesucian, mereka yang tinggal di bawah pohon dan mencapai enam kekuatan batin. Para Calon-Buddha yang berwujud sebagai biku atau bikuni dengan moralitas murni memiliki kebajikan bagai samudra luas, berkumpul untuk menerima derma makanan di akhir retret musim hujan.”
“Apabila kamu dapat melakukan derma kepada biku dan bikuni yang hadir pada pertemuan akhir musin hujan, maka ayah dan ibumu dikehidupan sekarang, leluhur dalam tujuh generasi lampau akan terbebas dari penderitaan hantu kelaparan.”
“Ketika kebebasan itu tercapai, pakaian dan makanan akan muncul dengan sendirinya. Ayah dan ibu dalam kehidupan sekarang yang masih hidup akan mendapatkan kesejahteraan dan kebahagiaan dalam ratusan tahun. Ayah dan ibu dalam tujuh generasi lampau akan terlahir di alam surgawi, ia mengubah kelahirannya bebas dari penderitaan hantu kelaparan dan memasuki alam surgawi.
Lalu, Buddha meminta kumpulan Sangha dari sepuluh penjuru mendaraskan perlindungan sebelum menerima derma makanan untuk keluarga penderma berserta ayah dan ibu dari tujuh generasi lampau.
Kemudian Sangha dengan perhatian-penuh menerima derma makanan. Setelah meletakan mangkuk kemudian mendaraskan perlindungan barulah mereka menyantap makanan.
Pada saat itu, kesedihan Mahamogallana mereda, ia bersama para Calon-Buddha bersuka-cita. Ibu Mahamogallana seketika itu terbebas dari penderitaan hantu-kelaparan yang seharusnya di derita selama satu kalpa kehidupan.
Kemudian Mahamogallana berkata kepada Buddha:
“Ibuku telah menerima bantuan dari kekuatan kebajikan Tiga Permata. Aku berharap di masa mendatang para siswa Buddha yang ingin melakukan bakti kepada orang tuanya dapat melakukan derma penyelamatan[7]. Apakah mereka juga dapat menolong orang tuannya yang ada dalam kehidupan sekarang dan mendatang?”
Buddha menjawab:
“Bagus sekali! Engkau telah mengajukan pertanyaan yang sangat bagus. Engkau bertanya kepadaku tentang apa yang baru saja akan kukatakan kepadamu”.
“Putra yang berbudi, apa bila ada biku, bikuni, raja, pangeran, menteri, perdana menteri, pejabat atau siap pun yang ingin berbakti atau karena welas-asih kepada orang tua yang telah melahirkan dalam kehidupan sekarang atau tujuh generasi kehidupan lampau. Maka, pada bulan ketujuh, hari kelima belas, yang merupakan hari penuh suka-cita dan hari berakhirnya retret musim hujan bagi Sangha, lakukanlah derma kepada Sangha dari sepuluh penjuru dunia berupa ratusan rasa makanan dan letakan pada mangkuk penyelamatan[8]”.
Lalu, mereka akan mendaraskan perlindungan untuk ayah dan ibu dalam kehidupan sekarang agar memiliki usia ratusan tahun, bebas dari penyakit, bebas dari segala masalah dan ayah, ibu dari tujuh generasi lampau bebas dari penderitaan hantu-kelaparan, terlahir lagi di antara manusia atau makhluk surga dengan memiliki kebahagian dan kesejahteraan”.
“Inilah cara[9] siswa Buddha melatih bakti kepada orang tua, yakni sesering mungkin merenungkan kebajikan orang tua dalam kehidupan sekarang dan orang tua dalam tujuh generasi lampau dalam pikiran[10] di setiap tahun pada bulan ketujuh, hari kelima belas,[11] milikilah rasa bakti[12] dan kasih sayang kepada orang tua yang telah melahirkan dan membesarkan. Lakukanlah penyelamatan dengan cara berderma kepada Sangha demi orang tua yang telah membesarkan dan menjaga kita dengan penuh cinta-kasih. Semua siswa diharapkan harus melaksanakan Dharma ini”.
Pada saat itu, Mahamogallana beserta empat kelompok siswa[13] menjalankan dengan penuh suka-cita.
Khotbah Ullambana Patra Selesai
[1] Diterjemahkan oleh Zhu Fahu (Dharmaraksa) di Periode Jin Barat, master Tiga Pitaka dari Yuezhi.
[2] Banyak penerjemah pra Kumarajiva, termasuk Dharmaraksa, menggunakan frasa ini.
[3] Bukan arus kesucian.
[4] Ekspresi ini sering muncul diterjemahan pra Kumarajiva, termasuk Dharmaraksa; (1988) 92.
[5] Sebuah terjemahan dari Mara-papiya. Zhi Qian (fl. Ca. 220~257 M) terus menerus menerjemahkan Mara-papiya-sebagai; cf. Krsh (2010) 37f. s.v. ; ib.757. Dharmaraksa menggunakan terjemahannya yang lain: T. 15, no. 598, 154a20.
[6] Hari uposatha terakhir di retret musim penghujan (vassa) bagi para biku dan bikuni, biasanya diundang untuk berkumpul melakukan pengakuan kesalahan dan pemaafan sebagai pemurnian selama berdiam menjalankan retret.
[7] Ullammbana. Kanon Koryo (atau Korea) dan Edisi Taisho, sementara edisi yang lain membaca berlebihan.
[8] Ullambana Patra; mangku makan milik para biku dan bikuni.
[9] Di sini Buddha berbicara jelas kepada Maudgalyayana dan para siswa lainnya. Penggunaan ini sering ditemukan diterjemahan Buddhis lainnya, misalnya: T. 8, no. 225 (Damingdu jing oleh Zhi Qian), 488blf.
[10] Kanon Koryo (atau Korea) dan Edisi Taisho.
[11] Akhir retret musing penghujan bagi Sangha.
[12] Hormat dan bakti kepada orang tua.
[13] Ekspresi ini ada diterjemahan Dharmaraksa adalah dari penggunaan pra Kumarajiva; cf. Krsh (1998) 425f., s.vv. … ; cf. juga Krsh (2001).
Komentar
Posting Komentar