UPASAKA PANDITA "WARISAN Y.A. ASHIN JINARAKHHITA, MAHATHERA.

   

Oleh: Nyanasila, Thera.

Meski sejak awal karena welas asih yang begitu besar, Sang Pelopor[1] berupaya menambah jumlah monastik, tetapi pertumbuhan wihara lebih cepat. Akhirnya terjadi ironi, wihara yang semestinya tempat tinggal monastik, menjadi tempat ibadah yang tidak dihuni monastik, maka perlu ada solusi agar pembinaan umat tetap berjalan.

Sang Pelopor baru dapat mendiksakan calon biku[2] setelah beliau menjadi biku selama 5 (lima) wassa, berarti tahun 1959. Oleh karena itu, untuk membantu beliau yang pada masa awal bekerja seorang diri, dibentuklah Persaudaraan Upasaka Upasika Indonesia (PUUI) pada 4 Juli 1955, di wihara Buddha Gaya, Watugong, Ungaran, Semarang, Jawa Tengah, dengan ketua terpilih M.U. Madhyantika S. Mangunkawatja.[3] PUUI adalah wadah umat yang serius belajar dan berlatih Dharma. Melalui latihan vipassana yang dibimbing langsung oleh Sang Pelopor, banyak upasaka-upasika dari berbagai daerah mengalami kemajuan batin. Mereka yang dianggap cakap membantu dalam memberikan bimbingan dan pelayanan kepada umat Buddha diberi gelar pandita oleh Y.A. Ashin Jinarakkhita.[4] Sampai saat ini warisan luhur hubungan spiritual guru-murid[5] antara Y.A. Ashin Jinarakkhita dengan para pandita pada masa itu dipertahankan melalui seremoni pendiksaan pemberian gelar pandita oleh biku dan bikuni Sangha Agung Indonesia. 

 

Vihara Dharmaratna, Sukabumu, Jawa Barat
 

Dengan bertambahnya jumlah pandita, melalui Maha Samaya III PUUI pada tanggal 3 sampai dengan 5 Maret 1972 di wihara Dharmaratna Sukabumi, PUUI diubah menjadi Majelis Ulama Agama Buddha Indonesia (MUABI) dengan Ketua Umum terpilih M.U. Sasanasinha Soemantri MS, seorang Brigadir TNI Angkatan Darat. Lima tahun kemudian, dalam Maha Samaya IV tahun 1976 di wihara Dharmaratna Sukabumi, Majelis Ulama Agama Buddha Indonesia disempurnakan menjadi Majelis Upasaka Pandita Agama Buddha Indonesia (MUABI) dengan M.U. Soemantri sebagai Ketua Umum. 

 

MAJELIS BUDDHYANA INDONESIA

 

Setelah Kongres Umat Buddha pada tanggal 7 sampai dengan 8 Mei 1979, tokoh-tokoh MUABI yang datang dari seluruh Indonesia atas restu dan petunjuk Y.A. Ashin Jinarakkhita berkumpul di wihara Buddha Praba Yogyakarta untuk melaksanakan musyawarah bersama dan memutuskan nama MUABI diubah menjadi Majelis Buddhayana Indonesia (MBI). 

Sejak berganti menjadi MBI, keanggotaannya tidak lagi dibatasi pada para pandita. Meskipun keanggotaan MBI tidak lagi dibatasi pada para pandita, namun upasaka dan upasika yang telah di diksa menjadi pandita, secara langsung tetap menjadi anggota Majelis Buddhayana Indonesia yang merupakan wadah para pandita untuk menjalankan tugas pokok dan fungsi utamanya. 

 
     Sumber: Buku Pedoman Pandita Buddhayana.

[1] Y.A. Ashin Jinarakkhita, Mahathera

[2] Samanera

[3] M.U. singkatan dari Maha Upasaka

[4] Sampai saat ini belum ditemukan data yang pasti, siapa upasaka atau upasika yang diberi gelar pertama kali oleh Y.A. Ashin Jinarakkhita pada masa itu, diperlukan pengkajian data lebih mendalam. Hanya ditemukan data dalam majalah Buddhis yang diterbitkan Buddhis Magazine Press, Surabaya tahun 1958 menyebutkan kata pandita untuk lima orang yang ada di dalam majalah tersebut, yakni U.P. Paññasiri Go Eng Djan (pimpinan), U.P. Sunjata Drs. V.K.A. Thio Kim An (pembantu tetap), U.P. Sujata Teng Tjong Hal (pembantu), dan U.P. Niri Hua dari Malang (mengisi artikel dalam ruang meditasi; hal 24) kemudian beliau menjadi biku Y.M. Agga Jinamitto, dan U.P. Sontomihardjo dari Kutoarjo ada dalam salah satu foto bersama Y.A.Ashin Jinarakkhita, para upasaka dan upasika dari Jogjakarta; hal 7.

[5] Sangha Agung Indonesia dan pandita Buddhayana memiliki hubungan sebagai guru murid karena pandita Buddhayana didiksa oleh biku atau bikuni yang merupakan reprensetasi Sangha Agung Indonesia, bukan personal biku atau bikuni.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PADEPOKAN MEDITASI BUDDHAYANA

YUK, KITA BANTU! GOTONG ROYONG RP.10.000

PUASA BUDDHIS